Recent

Contact ASWA

Name

Email *

Message *

Persuasive Speaking

Friday, May 24, 2013


-----------------------------------------------------

Untuk para orator ....

"Jangan takut salah, sebab kesalahan adalah suatu keniscayaan bagi sebuah proses kemanusiaan. Yang harus dilakukan adalah menjadikan kesalahan sebagai pelajaran dan umpan balik untuk proses perbaikan. Bila selama proses belajar tersebut ternyata orang lebih maju dari kita, biarkan saja. Biarkan orang lain lebih baik dari kita, yang penting, kita hari ini lebih baik dari kita kemarin."

------------------------------------------------------


PERSUASIVE SPEAKING, Pendekatan Dakwah Kontemporer



Oleh : Syaifullah Muhammad




            Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya yang cukup laris Islam Aktual menulis bahwa dakwah di masa depan haruslah dakwah yang tidak hanya menyentuh hati, tapi sekaligus juga harus menyentuh otak. Dua sentuhan ini walaupun memiliki tujuan akhir yang sama, namun memberi dampak yang berbeda.

            Sentuhan hati membawa dampak peningkatan iman secara revolusi yang dapat memperbesar efisiensi waktu untuk keberhasilan dakwah. Ia dapat dengan cepat meningkatkan daya yakin seseorang, terutama terhadap Tuhan. Meskipun metodanya cepat tapi cenderung relatif labil. Sementara sentuhan yang satu lagi—sentuhan otak—walaupun berproses secara evolusi yang lambat, tapi menyebabkan peningkatan yang relatif cukup stabil. Karena itu, dakwah yang paling baik adalah perpaduan dua sentuhan tersebut, menyentuh hati dan otak sekaligus.

            Untuk itu di butuhkan ketepatan metodologi bila transfer nilai yang dilakukan ingin efektif dan—bahkan—efisien. Barangkali hal tersebut telah dirumuskan sedemikian rupa oleh pakar-pakar komunikasi. Berbagai aspek harus diperhitungkan bila seseorang ingin melakukan proses efektifitas dakwah. Mulai dari teknik bicara yang meyakinkan (Persuasive Speaking) sampai psikologi massa dan berbagai prinsip komunikasi massa lainnya.

            Pada kesempatan ini, akan disentuh—serba sedikit tentang persuasive speaking, sebagai salah satu elemen metodologi yang paling menentukan dalam efektivitas dakwah (lisan). Sebagai sebuah metodologi tentu saja efektivitasnya tidak mutlak. Banyak variable-variable lain harus juga dipertimbangkan.




Bicara Sebagai Alat Dakwah


            Berbicara terkadang diartikan dengan konotasi yang agak negatif. Sehingga sering kita dengar ungkapan-ungkapan yang sedikit minor tentang berbicara. 'Jangan terlalu banyak bicara. Orang yang banyak bicara, tidak dapat dipercaya'. 'Tong kosong nyaring bunyinya', dll. Terkadang hal ini diperkuat dengan legitimasi teologis yang diplesetkan. Bukankah diam itu emas kata nabi, karena itu aktivitas diam adalah ibadah. Pemahaman yang seperti ini, tentu saja—langsung atau tidak berimbas pada motivasi individu untuk menjadi piawai berbicara.

            Seandainya saja kita mau melihat-lihat kembali sejarah perjalanan manusia—terutama perjalanan tokoh-tokohnya—maka kita akan sampai pada kesimpulan bahwa mayoritas dari tokoh-tokoh yang mengalami puncak kejayaan tersebut, sebagian kunci keberhasilan mereka disebabkan oleh kemampuan mereka untuk berbicara yang meyakinkan.

            Nabi Muhammad SAW misalnya—yang merupakan uswatun hasanah—adalah orator ulung yang dikenal sangat memahami bahasa kaumnya. Sebagian keberhasilan dakwah Rasulullah Muhammad SAW, disebabkan Rasul sangat piawai mentransformasikan pikiran-pikirannya kedalam bahsa lisan yang komunikatif dan persuasif. Oleh karena itu berbicara bukanlah kebiasaan yang jelek. Bahkan merupakan seni yang harus dimiliki setiap orang yang merasa memiliki tanggung jawab terhadap prosesi dakwah. Walaupun berbicara yang kita maksud tentu bukan asal cuap-cuap saja. Tapi berbicara yang berisi nilai-nilai yang sarat dengan nuansa orientasi positif dan kalau mungkin juga senantiasa bernuansa ilahiyah. Lalu bagaimanakah berbicara yang tidak hanya efektif tapi juga efisien, bahkan sekaligus dapat menterkesimakan pendengar dapat dilakukan?



Teknik Bicara Yang Meyakinkan

            Perlu digaris-bawahi bahwa teknik apapun yang dikemukakan—dengan segala kecanggihannya—untuk menguasai teknik berbicara yang persuasif ini, tidak akan berimbas banyak bila hanya pada dataran teoritis saja. Persoalan bicara adalah keterampilan yang harus lebih banyak diaplikasikan pada wilayah-wilayah praktis. Dengan bahasa lain, teori tentang teknik berbicara ini harus ditindaklanjuti dengan latihan-latihan berbicara yang intensif dan berkesinambungan walaupn dengan cara-cara yang sederhana.

            Untuk itu beberapa hal yang harus menjadi perhatian kita ketika akan dan sedang berbicara agar menghasilkan sesuatu yang optimal adalah sebagai berikut: Pertama, setiap kali akan berbicara, milikilah keutuhan tujuan yang solit. Tujuan yang utuh dari suatu pembicaraan akan menghasilkan motivasi besar untuk senantiasa memberi arah atau orientasi yang pasti dari suatu pembicaraan. Sehingga bagaimanapun varian dan warna yang diterapkan, sasaran dan tujuan pembicaraan tetap jelas.

            Kedua, kenali pendengar kita. Dengan memiliki gambaran umum tentang audien yang akan mendengarkan pembicaraan, kita akan dapat mengatur bahasa yang akan kita gunakan. Sebab bila kita berbicara dengan mahasiswa, tentu akan berbeda dengan bahasa kita pada masyarakat pedesaan misalnya. Disamping itu, kita akan lebih mudah menentukan tema yang akan disampaikan. Yang barangkali dapat disesuaikan dengan kondisi pendengar.

            Ketiga, buat sebuah medan pembicaraan imaginer yang hanya ada dalam imaginasi pembicara saja. Pendengar dianggap sebagai orang yang berada di luar medan pembicaraan itu, dan kita bertugas memasukkan mereka ke dalam medan tersebut. Untuk itu tentu harus dibuatkan pintu agar pendengar dapat memasuki areal pembicaraan kita dengan mudah. Caranya adalah jangan memulai pembicaraan dengan bahasa konsep. Sebab, bahasa konsep memiliki kerapatan yang tidak mudah untuk dipahami. Dengan kata lain mulailah berbicara dengan bahasa-bahasa yang sederhana. Bahasa-bahasa yang ringan dan mudah dimengerti. Sehingga pintu areal pembicaraan yang kita buat dapat terbuka dengan mudah.

            Keempat, setelah pintu terbuka, maka tugas selanjutnya adalah menggiring pendengar untuk segera memasuki wilayah pembicaraan kita. Bangkitkan perhatian pendengar dengan sesuatu yang bersifat news (berita). Isi pembicaraan sedapat mungkin mengandung transformasi Pengetahuan. Sebab salah satu sifat akal manusia adalah mencari pengetahuan-pengetahuan baru, kita boleh saja membicarakan persoalan-persoalan klasik, tapi harus dikemas sedemikian rupa agar ia menarik, atau setidak-tidaknya, pemahaman atau sudut pandang yang berbeda dari apa yang telah lazim diketahui orang banyak.

            Kelima, pergunakan bahasa yang diskriptif, kita harus mampu menimbulkan efek imaginatif dalam pikiran pendengar. Upayakan berbicara dengan bahasa yang melukiskan dengan jelas alur-alur pembicaraan, terutama tentang kejadian-kejadian, tempat, waktu, pelaku, angka atau data pendukung dll. Diungkapkan sedemikian rupa, sehingga pendengar seolah-olah melihat sendiri peristiwa yang kita sampaikan. Sebab bagaimanapun gambar akan jauh meresap dalam pikiran pendengar, serta hindari penggunaan bahasa yang abstrak.

            Keenam, ekspresikan emosi-emosi kita dalam wajah dan pancaran mata. Jangan ragu-ragu menampilkan emosi melalui pancaran mata dan ekspresi wajah. Ketika berbicara tentang sesuatu yang mencekam, maka mata dan wajah juga diekspresikan menjadi tegang. Demikian pula bila yang dibicarakan adalah tentang sesuatu yang sedih, bahagia dan sebagainya. Jangan sekali-kali kita berbicara tanpa ekspresi. Sebab bila itu terjadi berarti kita telah mati. Dan yakinlah bahwa orang yang telah mati tidak akan didengarkan oleh siapapun.

            Ketujuh, proyeksikan perasaan dan keadaan medan pembicaraan kita melalui suara dan gerakan tubuh. Suara datar tanpa tekanan terkadang memang perlu dilakukan pada saat-saat tertentu. Namun, bila dari awal hingga akhir pembicaraan, suara kita datar saja maka ia tidak akan menghasilkan sesuatu yang optimal. Tekanan suara diatur sedemikian rupa agar dapat menghasilkan efek yang diinginkan. Demikian juga gerakan tubuh terutama gerakan tangan, sedapat mungkin berfariasi sesuai dengan suasana yang sedang kita gambarkan.

            Kedelapan, selingi pembicaraan dengan humor. Humor sangat menentukan untuk menjaga kesinambungan perhatian dan minat pendengar. Oleh sebab itu kita harus melatih improvisasi humor sedemikian rupa sehingga humor-humor yang dilakukan terasa segar. Sebab humor yang dipersiapkan dari awal terkadang tidak berarti banyak. Sehingga kepekaan untuk membaca suasana sangat menentukan.

            Kesembilan, bicaralah tanpa menggunakan teks. Bila bicara menggunakan teks, maka banyak sekali ekspresi-ekspresi emosional yang tidak akan mendapat penyaluran secara memadai. Sementara berbicara yang meyakinakan, sangat tergantung dari bagaimana emosi itu di proyeksikan. Karenanya sedapat mungkin hindari penggunaan teks ketika berbicara. Hal ini tidak berarti berbicara tanpa persiapan. Sebab bicara tanpa persiapan akan berakhir tanpa kesan dan penghormatan. Idealnya, konsep pembicaraan kita telah ditulis dan dibaca berulang-ulang sehingga seluruhnya telah terekam dalam memori kita.



Prinsip-prinsip Komunikasi Islam

            Dalam Al-Qur’an, setidaknya ada enam prinsip bicara yang harus dipenuhi bila dakwah kita ingin berhasil dengan baik. Yaitu, Qoulan Sadidan (kata-kata yang benar, tidak bohong), Qoulan Balighan (kata-kata yang sampai, efektif dan efisien), Qoulan Masyruran (kata-kata yang tidak menyakitkan), Qoulan Layyinan (kata-kata yang lemah, lembut), Qoulan Kariman (kata-kata yang mulia), Qoulan Ma’rufan (kata-kata yang baik). Prinsip-prinsip ini akan di uraikan pada kesempatan yang lain.

            Prinsip-prinsip tersebut harus menjadi spirit dasar bagi orator-orator muslim. Sebab kelihaian berbicara tidak boleh dipergunakan untuk tujuan-tujuan yang keliru. Karena itu prinsip-prinsip komunikasi Islam ini harus menjadi ruh dari metodologi Persuasive Speaking yang telah kita bicarakan di atas. Dan semua itu diharapkan akan bermuara pada pengabdian tanpa batas pada Allah, tuhan yang menguasai kehidupan.

            Seandainya saja banyak pendidik-pendidik muslim menguasai dengan baik teknik bicara yang meyakinkan ini, tentu hasil dan prosesi pendidikan kita akan membawa pada optimalisasi kualitas hasil didik. Berbicara, bagaimanapun sangat menentukan berhasil atau tidaknya sebuah dakwah yang didalamnya antara lain berisi transfer nilai.

            Namun untuk sampai pada tingkat penguasaan seni berbicara yang optimal juga memerlukan proses yg tidak pendek. Ia membutuhkan kerja keras dan latihan-latihan yang intensif, simultan dan berkesinambungan. Karenanya pengetahuan teoritis ini tidak akan berdampak besar bila tidak ditindaklanjuti dengan aplikasi-aplikasi di lapangan. Maka jangan ragu-ragu untuk mecoba. Dan jangan takut salah. Sebab kesalahan adalah suatu keniscayaan bagi sebuah proses kemanusiaan. Yang harus dilakukan adalah menjadikan kesalahan sebagai pelajaran dan umpan balik untuk proses perbaikan.

            Setiap kali melakukan kekurangan atau kesalahan, berarti satu pelajaran berharga telah diperoleh. Dan jangan pernah merasa kita tidak mampu dan tidak bebakat. Sebab itu artinya sama saja dengan mengatakan Allah tidak adil pada kita. Menurut saya potensi kemanusiaan kita sesama manusia diberikan secara adil oleh Allah. Tergantung kita, mana yang akan kita kembangkan. Bila selama proses belajar tersebut ternyata orang lebih maju dari kita, biarkan saja. Biarkan orang lain lebih baik dari kita, yang penting, kita hari ini lebih baik dari kita kemarin.

--------------------

[Submitted by Syaifullah Muhammad]


Demikianlah Artikel, Photo/video Persuasive Speaking

Sekianlah artikel Persuasive Speaking kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan atau update yang selanjutnya, semoga berkenan.

Anda sekarang membaca artikel/nonton Persuasive Speaking dengan alamat link lengkap http://www.acehsociety.org/2013/05/persuasive-speaking.html

No comments:

Post a Comment